Friday, May 19, 2023

Perjuangan melawan Agresi dan Penegakan Kedaulatan NKRI

 

A.   Perjuangan menghadapi Agresi

1)    Agresi Militer Belanda

Belanda memiliki tafsir berbeda mengenai status kemerdekaan RI dalam perundingan Linggajati. Oleh karena itu, Belanda menilai perlu melakukan agresi militer yang dimulai pada 21 Juli 1947.

a)    Agresi Militer Belanda I

Agresi Militer Belanda I dimulai pada 20 Juli 1947. Dalam agresi militer ini, Belanda menggunakan kode Operatie Product. Dengan kode operasi tersebut, Belanda berhasil menerobos daerah-daerah yang dikuasai Republik Indonesia seperti Sumatra, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Tujuan Belanda menyerang daerah-daerah tersebut adalah merebut daerah-daerah perkebunan dan sumber daya alam, terutama minyak. Di Sumatera  Timur Belanda berhasil merebut perkebunan tembakau. Di Jawa Tengah, belanda menguasai seluruh wilayah pantai utara. Di Jawa Timur, Belanda merebut perkebunan tebu dan pabrik gula.

Dalam agresi militer I Belanda mengerahkan Korps Speciaale Troepen (KST) dibawah pimpinan Westerling dan Pasukan Para I (le para compagnie) di bawah pimpinan Kapten C Sisselaar. Belanda melakukan serangan secar amasif dengan teknologi perang terbaik untuk menggempur kekuatan TNI. Pasukan TNI membalas serangan Belanda dengan menggunakan strategi baru yang disebut wehrkreise yang dijalankan dengan membentuk kantong-kantong perlawanan di daerah kekuasaan Belanda. Strategi ini terbukti efektif dan menyulitkan posisi Belanda.

Dalam perkembangannya, agresi militer yang dlancarkan Belanda mendapatkan kecaman dunia internasional. India dan Australia menyarankan agar konflik Indonesia-Belanda di bicarakan dalam agenda Dewan Keamanan PBB. Tindak lanjut dari agresi militer ini dilanjutkan melalui perundingan Renville.

 

(Gerak Tentara Belanda di Jawa saat Agresi Militer. Sumber: https://pustakabelajar.com)

b)   Agresi Militer Belanda II

Pasca perundingan Renville, Belanda Kembali menggempur Indonesia melalui aksi militer pada 19 Desember 1948. Serangan ini dikenal dengan Agresi Militer Belanda II. Aksi ini dimulai dengan penerjunan tentara-tentara Belanda di lapangan terbang Maguwo (sekarang Lanud Adisucipto), Yogyakarta. Serangan ini begitu cepat dan mengakibatkan Yogyakarta jatuh ketangan Belanda. Belanda juga berhasil menangkap Presiden Soekarno, Wakil Presiden Moh Hatta, dan beberapa Menteri. Para pejabat negara diasingkan ke Pulau Bangka. Keberhasilan Belanda menangkap para pemimpin Republik Indonesia diyakini belanda bahwa Republik Indonesia telah hancur.

Menghadapi agresi ini, Jenderal Sudirman merencanakan konsep Pertahanan Rakyat Semesta. Dengan penerapan tersebut, pertahanan RI tidak hanya menjadi tanggung jawab TNI tetapi juga segenap rakyat Indonesia. Di berbagai daerah rakyat membentuk laskar-laskar perjuangan.

Agresi militer Belanda II kembali memancing  kecaman dunia. Dewan Keamanan PBB menyerukan kepada Belanda agar Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Moh Hatta segera dibebaskan dan dikembalikan ke Yogyakarta. Selain itu, Amerika Serikat menggertak akan menghentikan bantuan ekonomi kepada Belanda apabila agresi militer tersebut tidak segera diakhiri.

 

2)    Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI)

Pada masa Agresi Militer Belanda II ibu kota RI di Yogyakarta dikuasai oleh Belanda dan presiden serta jajarannya diasingkan ke Pulau Bangka. Sebelum diasingkan, Presiden Soekarno sempat memberikan instruksi kepada Sjafruddin Prawiranegara untuk membentuk Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Bukittinggi. Presiden Soekarno juga melayangkan instruksi serupa kepada Mr AA Maramis dan Dr Sudarsono yang sedang berada di New Delhi, India jika Sjafruddin Prawiranegara tidak berhasil menjalankan tugasnya.


(Sjafruddin Prawiranegara. Sumber: https://www.wikipedia.com)

Pada 19 Desember 1948 PDRI resmi dibentuk sebagai mandataris kekuasaan pemerintah Republik Indonesia. Adapun susunan cabinet PDRI per 31 Maret 1949 adalah:

No

Nama Anggota Kabinet

Jabatan

1

Sjafruddin Prawiranegara

Ketua (Perdana Mentri), merangkap Menteri Pertahanan dan Penerangan

2

Soesanto Tirtoprodjo

Wakil ketua, merangkap Menteri Kehakiman dan Menteri Pembangunan dan Pemuda

3

AA Maramis

Menteri Luar Negeri

4

Dr Sukirman

Menteri Dalam Negeri

5

Lukman Hakim

Menteri Keuangan

6

I J Kasimo

Menteri Kemakmuran, pengawas makanan rakyat (PMR)

7

K H Masykur

Menteri Agama

8

T Moh Hasan

Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan

9

Ir Indratjahtja

Menteri Perhubungan

10

Ir Mananti Sitompul

Menteri Pekerjaan Umum

11

S M Rasjid

Menteri Perburuhan dan Sosial

12

Letjen Soedirman

Panglima besar APRI (Angkatan Perang RI)

13

Kolonel Hidayat

Panglima tentara dan Teritorial Sumatra (PTTS)

14

Kolonel Nasution

Panglima tentara dan Teritorial Djawa (PTTD)

 

Dalam perkembangannya, Sjafruddin Prawiranegara mengirim radiogram mengenai eksistensi RI kepada Pandit Jawaharlal Nehru selaku ketua Konferensi Asia melalui Radio Rimba Raya yang berada di Aceh Tengah pada 23 Januari 1949. Pembentukan PDRI menunjukkan RI masih ada dan belum menyerah. PDRI menjadi pengatur serta penyalur komunikasi Republik Indonesia dengan daerah-daerah dan negara-negara sahabat.

PDRI berjalan dengan lancar. Setelah presiden beserta jajarannya dibebaskan, sjafruddin Prawiranegara mengembalikan mandate kepada Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Moh Hatta sebagai pemimpin pemerintah RI.

3)    Perjuangan Gerilya

Tertangkapnya Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Moh Hatta pada Agresi Militer Belanda II tidak melemahkan semangat para pejuang RI. Jenderal Sudirman tengah sakit parah saat memimpin perjuangan gerilya. Meskipun demikian, sang jenderal berjanji akan menegakkan panji-panji NKRI.

 

(Peta Rute Gerilya Jenderal Sudirman. Sumber: https://pustakabelajar.com)

4)    Serangan Umum 1 Maret 1949

Gempuran Belanda terhadap pasukan Indonesia mendorong TNI melakukan aksi balasan terhadap Belanda. Sebelum aksi balasan tersebut, Sri Sultan Hamengku Buwono XI melakukan koordinasi dengan Letkol Soeharto selaku komandan pasukan di wilayah Yogyakarta. Berkat akses dan informasi yang diberikan dari Sri Sultan Hamengku Buwono IX, pasukan  TNI di bawah komando Letkol Soeharto berhasil menyelinap dan menyerang ke jantung kota Yogyakarta.

Dalam serangan tersebut, pasukan TNI mendobrak barusan serdadu Belanda dari lima penjuru. Dari sebelah utara, serangan dipimpin oleh Mayor Kusno, penjuru barat dipimpin oleh Letkol Ventje Sumual, penjuru selatan dan timur dipimpin oleh Mayor Sarjono, serta kota dipimpin oleh Letkol Amir. Serangan pasukan TNI berhasil menduduki Kota Yogyakarta dalam waktu enam jam.

5)    Peristiwa Yogya Kembali

Yogya Kembali merupakan peristiwa yang menandai pemulihan pemerintah RI di Yogyakarta pascapendudukan Belanda dalam Agresi Militer II. Dalam peristiwa ini, para pemimpin RI kembali ke Yogyakarta. Rombongan Soekarno dan Mohammad Hatta beserta Sjafruddin Prawiranegara yang tergabung dalam kelompok PDRI tiba di Yogyakarta pada 10 Juli 1949. Selain dua rombongan tersebut, pasukan Jenderal Sudirman yang telah bergerilya turut kembali ke Yogyakarta.

Kembalinya para pemimpin bangsa ke Yogyakarta disambut dengan upacara pada 10 Juli 1949. Beberapa hari kemudian, dilaksanakan sidang kabinet yang dipimpin oleh Moh Hatta. Dalam siding tersebut, Sjafruddin Prawiranegara mengembalikan mandat sebagai pemimpin PDRI kepada presiden Soekarno. Selain itu, Sjafruddin Prawiranegara melaporkan berbagai Tindakan yang dianggap perlu untuk menjalankan PDRI selama delapan bulan. Penyerahan kembali mandat tersebut menandai berakhirnya PDRI.

B.   Penegakan Kedaulatan NKRI

1)    Pembentukan Repuplik Indonesia Serikat

Pembentukan Republik Indonesia Serilat (RIS) merupakan salah satu dampak kesepakatan KMB. Atas dasar kesepakatan tersebut RI Bersama negara-negar bagian yang tergabung dalam BFO membentuk RIS. Adapaun negara-negara yang tergabung dalam BFO yaitu:

·         Negara Pasundan(Jawa Barat),

·         Negara Jawa Timur,

·         Negara Madura,

·         Negara Sumatra Timur,

·         Negara Sumatra Selatan, dan

·         Negara Indonesia Timur.

Dalam struktur pemerintahannya, RIS dipimpin oleh presiden yang dibantu oleh perdana menteri. Sementara itu, Lembaga perwakilan rakyatnya terdiri atas senat dan DPR. Terbentuknya RIS mendorong Soekarno memegang jabatan sebagai presiden RIS. Pengukuhan tersebut dilakukan oada 17 Desember 1949. Dengan dilantiknya Soekarno sebagai presiden RIS, RI yang merupakan bagian dari RIS mengalami kekosongan kepemimpinan. Akhirnya Presiden Soekarno melantik Mr Assaat sebagai pejabat (acting) Presiden RI pada 27 Desember 1949. Penyerahan wewenang tersebut dilakukan agar eksistensi RI sebagai negara tetap bertahan apabila sewaktu-waktu RIS dibubarkan.

2)    Penyerahan Dan Pengakuan Kedaulatan

Penyerahan dan pengakuan kedaulatan Indonesia dalam bentuk RIS dilakukan pada 27 Desember 1949. Peristiwa tersebut dilaksanakan di dua tempat yaitu Indonesia dan Belanda. Di Indonesia, Sri Sultan Hamengku Buwono IX bertugas sebagai delegasi Indonesia, sedangkan pihak Belanda diwakili oleh A H S Lovink. Sementara itu, di Belanda, perwakilan pihak Idnonesia dipimpin oleh Moh Hatta, sedangkan pihak Belanda diwakili oleh Ratu Juliana, Perdana Menteri Willem Drees, dan Menteri Seberang Lautan Sasseu.

Dalam pelaksaaan pengakuan kedaulatan di Belanda, pihak Indonesia dan Belanda menandatangani tiga dokumen pelengkap akta penyerahan kedaulatan. Tiga dokumen tersebut sebagai beriut:

a)    Dokumen protokol. Dokumen tersebut berisi rencana yang dimunculkan dalam KMB. Dokumen ini ditandatangani oleh Moh Hatta dan Willem Drees

b)    Dokumen piagam pengukuhan tertib hukum baru yang ditandatangani oleh Ratu Juliana dan sejumlah Menteri Belanda. Dokumen ini mengukuhkan tertib hukum baru di Indonesia

c)    Dokumen “Piagam Penyerahan Kedaulatan dan Pengakuan” yang memuat beberapa pernyataan yaitu penyerahan kedaulatan sesuai Piagam Penyerahan Kedaulatan dilaksanakan pada 27 Desember 1949; pembentukan Uni Indonesia-Belanda pada 27 Desember 1949; dan pemberlakuan semua hasil tambahan dari KMB.

3)    Kembali ke Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)

Pascapenyerahan dan pengakuan kedaulatan RIS pada 27 Desember 1949, wacana untuk kemali kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) muncul. Kemunculan wacana tersebut dilatarbelakangi oleh ketidakpuasan negara-negara bagian yang tergabung dalam BFO. Negara-negara BFO merasa belum merdeka sepenuhnya. Selain itu, pembentukan negara federal dianggap sebagai upaya Belanda untuk mengawasi pergerakan Republik Indonesia

Dalam konstitusi RIS, penggabungan negara atau daerah dapat dilakukan apabila rakyat menghendaki. Selain itu, penyerahan dan pengakuan kedaulatan RIS pada dasarnya tidak bersyarat. Negara yang telah berdaulatn berhak mengatur atau mengubah undang-undang dasar apabila diperlukan. Atas dasar tersebut, pemerintahan RIS melakukan upaya untuk mengubah susunan ketatanegaraan. Upaya tersebut ditunjukkan melalui penerbitan Undang-undang darurat Nomor 11 Tahun 1950 tentang Tata Cara Perubahan Susunan Kenegaraan RIS. Penerbitan undang-undang tersebut disetujui oleh DPR dan Senat RIS pada 8 Maret 1950.

Setelah Undang-Undang Darurat Nomor 11 tahun 1950 tentang Tata Cara Perubahan susunan Kenegaraan RIS dikeluarkan, banyak negara bagian  seperti Jawa Tengah, Jawa Timur dan Madura memilih bergabung degan Republik Indonesia di Yogyakarta. Pada 22 April 1950 negara bagian RIS hanya terdiri atas Republik Indonesia, Negara Sumatera Timur, dan Negara Indonesia Timur. Untuk merundingkan pembentukan NKRI, Perdana Menteri RIS Mohammad Hatta menggelar pertemuan dengan perwakilan dari negara Indonesia Timur yang diwakili Sukawati dan Negara Sumatra Timur yang diwakili oleh Mansur. Pertemuan tersebut menghasilkan kesepakatan untuk membentuk NKRI.

Dalam perkembangannya, RIS bersama-sama negara-negara bagian, termasuk Negara Indonesia Timur dan Negara Sumatra Timur menyelenggarakan konferensi. Melalui konferensi tersebut, pada 19 Mei 1950 tercipta kesepakatan dalam bentuk Piagam Persetujuan yang isinya sebagai berikut:

a)    Kesepakatan membentuk negara kesatuan sebagai perwujudan negar RI yang diproklamasikan pada 17 Agustus 1945

b)    Menyempurnakan Konstitusi RIS melalui pemasukan bagian-bagian yang dianggap penting dari Undang-Undang Dasar (UUD) Republik Indonesia 1945

Melalui kesepakatan tesebut, Rancangan Undang-Undang Dasar (UUD) disusun. KNIP sebagai Lembaga yang menyetujui rancangan UUD tersebut menjadi UUD Sementara pada 12 Agustus 1950. Selanjutnya, pada 14 Agustus 1950 DPR dan Senat RIS mengesahkan UUD Sementara KNIP menjadi Undang-Undang Dasar Sementara 1950 (UUDS 1950). Sebagai pemantapan atas langkah-langkah menuju NKRI, DPR dan Senat RIS menggelar rapat gabungan pada 15 Agustus 1950. Dalam rapat tersebut, Presiden Soekarno membacakan Piagam Persetujuan pembentukan NKRI. Pada hari yang sama Presiden Soekarno menuju Yogyakarta untuk menerima jabatan Presiden NKRI. Akhirnya, pada 17 Agustus 1950 NKRI resmi terbentuk dan RIS dibubarkan.

No comments:

Post a Comment